A. Pendahuluan.
Pergaulan di kalangan remaja dan anak muda sekarang sudah sangat mengkhawatirkan. Tidak sedikit di antara mereka yang terjebak dalam pergaulan bebas yang diakibatkan salah satunya penyalah gunaan penggunaan fasilitas teknologi seperti internet. Sehingga tidak heran jika banyak remaja yang masih usia sekolah datang ke Pengadilan Agama untuk mengajukan dispensasi kawin karena harus secepatnya menikah demi status anak yang ada dalam kandungan hasil dari perbuatan zina.
Pergaulan di kalangan remaja dan anak muda sekarang sudah sangat mengkhawatirkan. Tidak sedikit di antara mereka yang terjebak dalam pergaulan bebas yang diakibatkan salah satunya penyalah gunaan penggunaan fasilitas teknologi seperti internet. Sehingga tidak heran jika banyak remaja yang masih usia sekolah datang ke Pengadilan Agama untuk mengajukan dispensasi kawin karena harus secepatnya menikah demi status anak yang ada dalam kandungan hasil dari perbuatan zina.
B. Permasalahan.
Lalu bagaimana hukumnya menikah karena terlanjur hamil duluan? Dan bagaimanakah pula status anaknya?
Lalu bagaimana hukumnya menikah karena terlanjur hamil duluan? Dan bagaimanakah pula status anaknya?
C. Pembahasan.
Pada dasarnya, wanita baru boleh menikah jika ia sudah tidak dalam
masa Iddah (masa tunggu setelah bercerai dengan suami). Salah satu macam
iddah adalah bagi wanita yang hamil ialah sampai ia melahirkan.
Sebagaimana Firman Allah swt dalam surat at-Talak ayat 4:
“Dan wanita-wanita yang hamil, iddah mereka itu adalah sampai ia melahirkan kandungannya“.
Lalu bagaimana hukumnya jika hamil akibat zina? apakah ia harus
menunggu melahirkan baru boleh menikah seperti iddahnya wanita yang
hamil karena menikah?
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang dijadikan pedoman dalam praktik peradilan Agama, disebutkan dalam pasal 53:
- Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya;
- Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsung tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
- Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Dasar yang digunakan salah satunya adalah dalam kitab al-Bajuri disebutkan: Jika
seorang lelaki menikahi perempuan yang sedang hamil karena zina,
pastilah sah nikahnya. Boleh me-wathi-nya sebelum melahirkannya, menurut
pendapat yang paling shahih.
Dan masih banyak lagi pendapat ulama lainnya yang mengatakan bahwa
wanita yang hamil karena zina boleh dan sah untuk dinikahi. Sehingga
ketika masa hamil dan seterusnya pun halal untuk diwati’. Hal
ini karena ayat di atas hanya khusus diperuntukkan bagi wanita hamil
akibat dari adanya pernikahan yang sah secara syara’, termasuk nikah
sirri dalam konteks ke-Indonesiaan, dimana masyarakat Indonesia menikahi
nikah sirri jika tidak didaftarkan dan dilakukan di depan pegawai
pencatat nikah namun syarat dan rukunnya terpenuhi secara syariat Islam.
Jika yang menikahi itu adalah laki-laki yang menghamilinya, maka hal
itu diperbolehkan karena memang dalam surat An-Nur ayat 3 disebutkan:
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini (wanita) kecuali perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.”
Sementara itu, bagaimana hukumnya jika laki-laki yang belum pernah
berzina ingin menikahi wanita yang pernah berzina? Imam an-Nawawi pernah
dalam kitab al-Umm menyebutkan:
Laki-laki hendaknya tidak menikahi perempuan pezina dan perempuan
sebaiknya tidak menikahi lelaki pezina tapi tidak haram apabila hal itu
dilakukan. Begitu juga apabila seorang pria menikahi wanita yang tidak
diketahui pernah berzina, kemudian diketahui setelah terjadi hubungan
intim bahwa wanita itu pernah berzina sebelum menikah atau setelahnya
maka wanita itu tidak haram baginya dan tidak boleh bagi suami mengambil
lagi maskawinnya juga tidak boleh mem-fasakh nikahnya. Dan boleh bagi
suami untuk merneruskan atau menceraikan wanita tersebut. Begitu juga
apabila istri menemukan fakta bahwa suami pernah berzina sebelum menikah
atau setelah menikah, sebelum dukhul atau setelahnya, maka tidak ada
khiyar atau pilihan untuk berpisah kalau sudah jadi istri dan wanita itu
tidak haram bagi suaminya. Baik perzina itu dihad atau tidak, ada saksi
atau mengaku tidak haram zinanya salah satu suami istri atau zina
keduanya atau maksiat lain kecuali apabila berbeda agama keduanya karena
sebab syirik atau iman.
D. Kesimpulan
- Seorang laki-laki yang pernah berzina boleh menikahi wanita yang pernah berzina pula (termasuk yang hamil akibat zina), pun sebaliknya.
- Seorang laki-laki yang belum pernah berzina boleh menikahi wanita yang pernah berzina (termasuk yang hamil akibat zina) walaupun hukumnya makruh, pun sebaliknya.
(diambil dari HukumIslam)
Be First to Post Comment !
Post a Comment
Tulis komentarmu dengan bahasa yang sopan dan tinggalkan Nama/URL yaa, biar bisa langsung saya BW :)