Don't Ever Complain

Ada yang berbeda hari itu. Ada yang tak biasa. Suasana dan tatapan matanya seakan menyiratkan kalau semua yang aku kerjakan salah. Seakan-akan pekerjaan ini bebanku seutuhnya. Tak akan ada bantuan yang diberikan. 

"Oke, fine, tak masalah. Selama aku masih mampu, ini semua tak apa-apa. Ingat satu hal, Ay, don't ever complain" gumamku dalam hati sembari berjalan keluar dari kamar mandi.

"Ayla, tolong berkas ini dibawa ke ruangan bapak Danny. Bilang sekalian, semua sesuai dengan penawaran yang sudah dibicarakan kemarin" perintah Ibu Tia padaku.

"Baik, ibu. Ada lagi yang lain? Sebelum saya turun ke bawah?" jawabku sembari mengatur nada bicaraku yang agak sinis.

"Tidak ada. Kamu boleh pergi" pintanya padaku sopan.

1 jam kemudian

Saat aku lagi asyik-asyiknya beresin berkas, menghitung berkas yang mau dicopy, Ibu Tia hanya bicara sebentar padaku. 

"Ay, sorry yaa, ngga bisa bantuin. Lagi tanggung nih, banyak kerjaan juga" ucapnya dengan nada yang kurang menyenangkan untukku.

"Oh, ngga apa-apa kok, bu, santai aja" jawabku cepat.

"Sabar, Ay, sabar. Orang sabar disayang Tuhan. Disayang banyak orang juga. Kamu mesti semangat, jangan menyerah. And don't ever complain with this things, this situation. Semangat" gumamku dalam hati sembari menyemangati diriku sendiri.

Pagi harinya...

"Ay, kamu sibuk ngga hari ini? Kalau ngga sibuk, tolong itu nanti berkas yang kemarin dilanjutin yaa, biar cepat selesai" pintanya padaku tulus.

"Baik, ibu, nanti akan saya kerjakan kalau saya tidak sibuk" jawabku sesegera mungkin demi menghindari percakapan yang panjang dengannya.

"Ingat, Ay, kamu tetap mesti semangat, jangan pernah complain apa pun. Biarkan saja apa adanya seperti ini. Semangat, Ayla!!!" 

Hari itu dan hari-hari selanjutnya tetap berjalan sama dan tak ada yang berubah. Hanya satu yang selalu Ayla ingat untuk pekerjaannya, 'Don't Ever Complain'.