Luka itu masih menganga lebar. Tapi
kali ini demi permintaan dari seseorang yang amat berarti dalam hidupku,
kutekan luka itu sedalam-dalamnya. Aku tau ini terdengar gila mengiyakan
permintaan pulang. Mau bagaimana lagi, aku teramat berutang budi padanya.
Kuputuskan untuk pulang sebentar sebelum semuanya menjadi teramat sakit. Tak
sanggup rasanya melihat dia bersanding dengan wanita lain.
"Kamu pulang kan, nak? Daddy
sama mommy berharap kamu pulang di hari pernikahan kakakmu" sedikit
permintaan dari kedua orang tua angkatku membuatku mengambil keputusan yang aku
tau ujungnya hanya akan membuatku bertambah sakit.
"Avi pulang, daddy, mommy"
hanya jawaban singkat yang mampu kuberikan pada mereka. Aku terlalu sayang dan
hormat kepada mereka. Tanpa mereka mungkin aku tak akan bisa seperti sekarang.
"Hai, cahayaku sayang, kamu
kenapa? Mommy sama daddy ngomong apa?"
Aku tertawa kecil mendengar rentetan
pertanyaan dari dia, penakluk hatiku yang senantiasa menemani langkahku hingga
sekarang. Arya, ya, dia arya, sahabat kecilku yang berubah menjadi penakluk
hatiku dan sekarang menjadi calon ayah dari anakku.
"Daddy sama mommy minta aku
buat pulang, Yang, pernikahan kak Bima" jujur aku takut untuk pulang.
"Oke, kita pulang. Udah, kamu
tenang aja, ngga akan ada apa-apa. Ada aku, sayang, disamping kamu sekarang.
Kamu ngga usah takut yaa. Kamu ngga sendiri. Tunjukkan dan buktikan kalau kamu
bahagia sekarang dan selamanya sama aku" jawaban yang senantiasa membuatku
tenang dan percaya padanya.
1 minggu kemudian
"Mom, dad, Avi pulang"
teriakku tatkala aku sampai dirumah penuh kenangan ini.
"Alhamdulillah, nak, kamu
pulang. Gimana keadaanmu, baik kan? Sama siapa? Kamu kok tambah gendutan
sekarang, nak?" Aku hanya bisa diam mendengar rentetan pertanyaan Mommy
dan daddy.
Segera kuatur nafasku, dan jawaban
itu mengalir begitu aja dari bibirku.
"Avi baik, mom, dad. Avi pulang
sama Arya. Mom sama dad masih ingat kan sama Arya? Maafin Avi, mom, dad, ngga
seharusnya Avi mengatakan ini sekarang tapi, memang seharusnya mom sama dad tau
yang sebenarnya. Avi sama Arya sudah menikah, dan sekarang Avi sedang hamil 5
bulan"
"Maaf, om, tante. Saya tidak
meminta ijin terlebih dahulu sama om dan tante untuk menikahi Avi. Tapi, semua
terjadi begitu saja, cepat dan lancar tanpa halangan apapun. Mohon doa restunya
agar pernikahan dan kehamilan Avi lancar dan kami bisa menjadi keluarga yang
sakinah, mawaddah, warohmah dan barokah" tanpa kuminta Arya menjelaskan
segalanya kepada mom dan dad.
Semua diam tak ada yang bersuara di
ruangan ini. Hingga tiba-tiba, suara yang sudah lama tak pernah kudengar lagi
berbicara.
"Haha, kalian sungguh amat
lucu. Ngga mungkin kan, Vi, Ar, kalian udah nikah dan sekarang Avi lagi hamil.
Becanda kalian ngga lucu!" Teriaknya hingga membuat semua irang diruangan
ini terkejut tak menyangka.
"Kalau tak percaya, boleh
dilihat dan dibaca fotocopyan buku nikah kami. Kami memang sudah menikah dan
Avi saat ini sedang hamil 5 bulan anak saya, darah daging saya, keturunan
saya" penjelasan Arya membuat dia tambah marah.
Hey, untuk apa dia marah? Dulu dia
yang menerima permintaan daddy sama mommy untuk menikahiku tapi dia juga yang
menghancurkannya. Untuk apa aku bertahan dengan orang seperti itu. Arya yang
tau aku diperlakukan tak adil berusaha untuk bisa mengembalikan senyum dan
kebahagiaanku. Walaupun aku tau dia harus berkorban banyak. Menikahiku untuk
menghilangkan status janda yang senantiasa dipandang sebelah mata oleh mereka,
orang-orang diluar sana.
Aku bersyukur kedua orang tua Arya
yang mengenal hidupku menerimaku dengan sangat baik. Mereka menyayangiku
seperti menyayangi anak mereka sendiri. Arya anak satu-satunya di keluarga
Pratama. Tapi, kedua orang tuanya tak pernah sekalipun mengajarkannya untuk
hidup foya-foya. Bisa dibayangkan kan seseorang yang dari lahir hidup
bergelimang harta, diajarkan untuk hidup sederhana. Bahkan untuk memulai dan
mendapatkan sesuatu pun harus bersusah payah.
Jujur, awalnya aku tau Arya
menikahiku hanya untuk menyelamatkan pandangan orang-orang. Tapi, lambat laun,
cinta itu tumbuh dalam hati kami masing-masing. Lalu kenapa aku tak pernah
memberi taukan pernikahan ini pada kedua orang tuaku dan keluargaku? Karena
saat pernikahan itu terjadi, aku sedang tak ada disini. Aku pergi menjauh
meninggalkan semua kenangan antara aku dan dia. Menyembuhkan patah hatiku. Dan
tanpa kusangka, aku bertemu kembali dengan Arya, suamiku.
"Untuk apa kamu marah, Ndo?
Harusnya kamu bahagia dong, Avi sudah menikah dan sekarang sedang hamil.
Harusnya kamu memberinya ucapan selamat dan doa, bukan malah marah-marah.
Ingat, dulu kamu yang membuangnya, menghancurkannya. Jangan hanya karena
sekarang dia sudah menikah kembali, kamu marah-marah seperti itu. Lebih baik,
kamu urusin saja itu istri genitmu yang dari tadi lagi flirting ke suaminya
Avi" kata-kata kak Bima membuat Nando semakin marah dan istrinya, si
medusa, Nadia, melengos.
"Aku bahagia, kak. Terima kasih
karena dulu sudah mengajarkanku untuk menjadi pribadi seperti sekarang. Terima
kasih juga untukmu, kak Nadia, tanpamu mungkin aku tak akan tau bagaimana
rasanya bahagia" ucapanku membuat semua orang di ruangan ini tersenyum,
terlebih-lebih kak Bima yang tertawa bahagia.
Nadia yang terkejut mendengar
perkataanku hanya diam menunduk. Tak berani melihat sekeliling.
"Oh ya, kak Nadia, kalau mau
flirting sama suamiku silahkan kok. Tapi jangan salahkan aku yaa kalau nanti
tiba-tiba kakak udah ngga punya apa-apa lagi. Bahkan nanti kakak ngga akan
berani untuk menegakkan kepala kakak lagi"
Lagi dan lagi, pelukan hangat
kuterima dari suamiku tercinta. Kulihat Arya yang tengah menatapku tersenyum.
Ya, aku bahagia bersuamikan Arya, sahabat kecilku, yang sangat mencintai dan
menyayangiku.
"Betul itu, nak Nadia. Jangan
harap nanti anda bisa menegakkan kepala anda kalau sampai saya tau anda
berusaha untuk merebut anak saya ini dari menantu saya yang tercinta ini"
Ucapan dari seseorang tersebut
membuat kami semua kaget. Terlebih-lebih Arya dan aku yang tak menyangka akan
kedatangan dua orang yang kami sayangi, Papi dan Mami.
"Papi, mami, kok ngga bilang
kalau mau kesini. Tau gitu kan tadi bisa barengan sama kami" tanya Arya
yang berhasil membuat Mami geleng-geleng kepala.
"Ngga, nak, mami sama papi
memang sengaja ngga bilang apa-apa, lagian tadi juga mami sama papi ngga
sengaja kok lewat sini terus denger ribut-ribut"
“Avi sayang daddy sama mommy, sayang
sekali. Jangan khawatirin Avi. Ada Arya yang akan jagain Avi. Dia imam dan
suami Avi, mom, dad. Restui kami, doakan kebahagiaan kami”
“Iya, nak, kami merestuimu, merestui
pernikahanmu dan mendoakan kebahagiaanmu”
Tangis itu kembali terdengar lagi.
Tapi kali ini bukan tangis kesedihan melainkan tangis kebahagiaan. Ya, aku
sudah memaafkannya, memaafkan segala kesalahannya. Tak ada salahnya bukan
berdamai dengan masa lalu. Aku percaya itu akan menambah kebahagiaan dalam
hidupku.
“Udah ah tangis-tangisannya. Besok
kan nikahannya Bima, masa udah tangis-tangisan sih hari ini. Besok aja, oke?”
Kami hanya tertawa mengiyakan
permintaan kak Bima. Besok hari membahagiakan untuk kakak angkatku sayang.
Keesokan harinya
Setelah acara akad nikah yang
dilakukan dengan sangat sakral, tibalah saatnya resepsi pernikahan kak Bima dan
kak Nia. Aku bahagia melihat kebahagiaan mereka. Mereka kakak-kakakku
tersayang. Mommy dan daddy tak henti-hentinya tersenyum bahagia. Lengkap sudah
kebahagiaan mereka berdua.
“Sayang, yuk naik ke pelaminan,
diminta buat foto bareng sama daddy dan mommy” pelukan hangat di pinggangku
mengembalikan kesadaranku. Aku tersenyum melihat Arya disampingku.
“Iya, yang, yuk. Lihat deh, kak Bima
sama kak Nia bahagia banget yaa. Semoga mereka selalu seperti itu selamanya”
“Iya, sayang. Semoga mereka bahagia
selamanya. Seperti kita. Hati-hati, yang”
Aku tersenyum bahagia. Walaupun sederhana,
tapi Arya benar-benar membuat hatiku menghangat. Aku bahagia tentunya. Walaupun
aku tau masih banyak kerikil tajam yang akan menghalangi langkah kami berdua,
tapi dengan keyakinan dan kepercayaan, kami pasti bisa menghadapinya.
--- ooo ---
Kesederhaana
cintamu membuatku yakin dan percaya kalau kamu adalah pelabuhan terakhirku,
tempatku untuk selalu pulang. Terima kasih, penakluk hatiku, Arya Jitendra.
- Avi Chayla -
--- ooo ---
21 Februari 2015
Malam
minggu menggalau? Jangan.
Sebenarnya
udah dari tadi pagi cerita ini selesai, tapi berhubung lagi sakit, ditunda deh
postingnya. Padahal megang tab lho dari pagi. Ngga tau kenapa, lebih seneng
postingnya lewat lepi. Malah asik balas-balasan comment ama mak @Desi Tham.
Happy
reading, semua :)
Be First to Post Comment !
Post a Comment
Tulis komentarmu dengan bahasa yang sopan dan tinggalkan Nama/URL yaa, biar bisa langsung saya BW :)