Holaa..
Senang bisa kembali menyapa kalian di bulan ini. Lagi
berusaha buat bisa nulis lagi nih di blog. Doakan yaaa. Biar aku bisa berbagi
tulisanku bersama kalian semua. Kali ini aku mau sharing mengenai perjalanan
hati aku menuju pernikahan adikku tercinta.
Kurang lebih tujuh tahun yang lalu, ayah dan ibuku
mengajak aku mengobrol serius. Topiknya adalah mengenai keinginan adik untuk
menikah dengan lelaki pilihannya. Tentu saja itu nggak mudah buat kedua orang
tuaku menyampaikan hal tersebut kepada aku. Namun, aku, Alhamdulillah,
mengiyakan keinginan tersebut. Hari itu aku merasa legowo.
Tapi, ternyata, adik diterima kerja di salah satu
perusahaan dimana tidak diijinkan untuk menikah selama masa job training. Jadi,
rencana pernikahan tersebut diundur. Dari sinilah perjalanan hatiku udah mulai
berjalan.
Kalau saat itu dibilang legowo, aku legowo. Tapi,
entah kenapa semakin kesini, kok kayak susah aja. Di satu sisi, legowo, di sisi
lain, ego masih kuat bertahan, aku masih berusaha gimana caranya aku yang nikah
duluan. Tapi, ternyata, apa yang dipaksakan dengan niat yang kurang baik,
hasilnya juga nggak baik. Hingga di satu titik, aku ‘ya sudahlah, mungkin
memang rejekinya adik buat menikah terlebih dahulu, toh kalaupun aku memaksakan
diri mencari suami saat ini, hasilnya malah nggak baik, karena niatnya hanya
agar tidak dilangkahi’. Dari situ, aku mulai belajar menata hati. Nggak mudah,
benar-benar nggak mudah. Ada aja halangannya. Merasa nyaman dengan seseorang, eh
ternyata orang tersebut sudah memiliki yang lain. Belajar sabar, belajar ikhlas
lagi.
Hingga kemudian, tatkala SK sudah didapat oleh adik,
persiapan pernikahan pun akhirnya berjalan. Disitu aku kembali mendapat ujian
hati. Kali ini ujiannya adalah, rasa takut kehilangan adik yang selama ini
selalu ada sama-sama, kalau main, curhat sama-sama. Kalau kangen, sering
ketemu. Sampai di saat H-berapa hari menjelang adik nikah, kakak sepupuku
datang dan mengajakku berbicara dari hati ke hati.
*KS : kakak sepupu ; A : aku*
KS : Dek, kamu udah yakin, ikhlas lillahi ta’ala,
dilangkahi adikmu menikah terlebih dahulu? – sambil menjabat tanganku –
A : Ikhlas, mas, lillahi ta’ala, adik ikhlas melepas
adik buat nikah duluan
Padahal awalnya masih galau-galau nggak jelas gitu. Eh,
pas kakak sepupuku nanya, kok mantap menjawab seperti itu. Saat adik melakukan
ijab kabul hingga resepsi pernikahan, hanya senyum bahagia yang aku berikan. Benar-benar
lega, plong, ikhlas, beban kayak keangkat semua. Malahan tamu-tamu undangan,
waktu salaman sama aku, kebetulan aku nemenin bapak ibuku di atas panggung,
jadi ikutan salaman juga kan akhirnya, pada bilang, “Sabar yaa, mbak”. Aku agak
bingung sih. Mungkinkah mereka berpikir jika merasa kasihan padaku karena
dilangkahin menikah terlebih dahulu sama adikku? Nggak tahu juga sih. Padahal aku
baik-baik aja, kenapa mereka berpikirnya lain yaa.
(Baca juga : Falling in Love)
Alhamdulillah, pernikahan adikku membawa aku pada
sebuah titik dimana aku ditunjukkan tentang sebuah rahasia dimana ternyata,
ketidak sreg-an hatiku selama beberapa bulan ini, menjadi kenyataan. Bukan mengenai
pernikahan adikku, melainkan mengenai lingkungan sekitarku. Makin kelihatan,
siapa saudara, tetangga, teman yang membawa hal positif dan mana yang membawa
hal negatif. Jadi, kayak gini kali yaa ilustrasinya, ada sebuah pintu yang
ditutup rapat, dikunci pula. Tiba-tiba ada yang membukanya, dan akhirnya kebuka
semua.
Dari situ aku belajar, jika ternyata kita nggak bisa
percaya begitu saja sama orang. Karena apa, belum tentu apa yang kita ceritakan
akan aman di tangan mereka, kalau ternyata malah menjadi boomerang buat diri
kita? Dijadikan senjata oleh mereka untuk menjatuhkan kita? Lalu selain itu,
banyak banget orang-orang di sekelilingku yang ternyata mereka fake people. Baik dengan kita di depan,
belum tentu juga baik dengan kita di belakang, malahan menjatuhkan kita,
memanfaatkan kita.
Benar-benar sebuah perjalanan hati banget buat aku, di
usia segini, diberi banyak hadiah sama Allah. Alhamdulillah banget. Belajar
untuk bisa sabar, ikhlas, memaafkan, melupakan, lebih menyeleksi teman juga.
Pernahkah kamu mengalami apa yang aku alami ini? Coba
share ceritamu di komentar, atau kalau kamu takut, bisa kok share ke aku via
Email atau DM di akun Instagramku
Okay,
mungkin itu dulu yaaa #CeritaAsri dari aku kali ini. Ahh iya, jangan lupa
untuk tetap menulis, sharing, berbagi ilmu, menjalin silaturahmi. Biasakanlah
menggunakan bahasa sopan dan anti SARA, berikan kritikan yang membangun, bukan
yang menjatuhkan. Tetap bahagia yaa.
Jangan
lupa follow instagram aku
yaa di @rumahceritaasri atau
tiktok aku di @asrirahayums.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete