Hai, hola
Hari keberapa ini di bulan Desember? By the way soal Desember, aku selalu keingat lagu yang dinyanyiin sama Teh Yuni Shara, Desember Kelabu. Ada yang tahu lagunya juga nggak? Analisaku sih, kenapa kelabu, karena konon katanya, kalau udah masuk ke bulan dengan akhiran -mber itu hujan turun, jadinya kelabu. Walaupun pada kenyataannya di tahun 2023 ini, hujannya baru turun di akhir November atau awal Desember yaa.
Okay, sebelumnya aku mau minta maaf, jikalau nanti tulisanku ini banyak menimbulkan pro maupun kontra, setuju maupun tidak setuju. It's okay, nggak apa-apa, berbeda pendapat itu wajar kok. Masing-masing memiliki pendapat sendiri, dan gimana mempertahankan pendapat tersebut. It's okay. Aku minta maaf banget yaaa, kalau ada yang mungkin setuju, atau tidak setuju sama tulisanku ini.
Menikah atau disingkat nikah menurut kamus KBBI adalah adalah sebuah ikatan (akad) perkawinan yang dilakukukan menurut ketentuan hukum dan agama. Artinya, ini adalah kehidupan baru sebagai pasangan suami istri tanpa melanggar ajaran agama.
Terus apa hubungannya sama judul yang aku tulis? Beberapa mungkin ada yang pernah mendengar istilah jikalau 'menikah itu bukanlah sebuah perlombaan'. Buat aku itu iya banget. Pernah beberapa kali membahas hal ini sama temen-temen dekat, temen-temen yang baru kenal, atau orang-orang yang tanpa sengaja bertemu.
Buat sebagian orang, mungkin istilah ini relate dengan mereka yang selalu ditanyain, 'kapan nikah'. Sekali, dua kali, mungkin tidak apa-apa, tapi kalau tiap bertemu ditanyakan hal yang sama, jadinya sebel juga. Mungkin mikirnya, "kenapa sih ditanyain hal itu mulu? nggak ada pertanyaan lain apa?"
To be honest, di beberapa orang, pertanyaan tentang kapan nikah - setelah nikah, kapan punya anak - setelah punya anak, kapan kasih adik buat anaknya dst, nggak akan ada habisnya dibahas, gitu aja terus siklus pertanyaannya. Jarang banget yang bilang seperti ini, "Eh, mbak/mas, kamu mau nggak aku kenalin sama temanku, atau anaknya temanku. Kenalan aja dulu, siapa tahu jodohnya lho." Jarang kan yaaa yang nanyain hal tersebut. Atau malah ngedoain, "Tak doain semoga jodohmu disegerakan untuk dipertemukan, jodoh yang baik, yang udah ditulis di Lauhul Mahfudz buat kamu. Tak bantu doa yaa, mbak/mas."
Ada yang pernah mengalami hal tersebut? Coba sharing yuks, gimana ceritanya.
Buat aku dan mungkin beberapa orang, menikah itu bukan sebuah perlombaan. Ketika melihat si A menikah, kemudian kita seperti dipaksa untuk segera menikah sama orang tua kita misalnya atau orang di sekeliling kita mungkin, yang menginginkan kita segera menikah seperti si A. Padahal nggak gitu juga konsepnya. Siapa sih yang nggak pingin menikah? Semua orang pingin menikah, mungkin ada juga yang belum ingin atau nggak ingin menikah. Kalau jodoh si A cepat dan dia disegerakan untuk menikah ya sudah, kita doakan yang baik-baik. Tapi, jangan kemudian karena si A menikah, jiwa kompetisi kita naik terus nggak mau kalah, terus asal aja ketemu orang, belum kenal baik, diajak nikah, atau udah kenal lama, nikah tanpa persiapan matang. Persiapan matang disini, mental, diri sendiri, finansial juga, keluarga, restu dan agama juga yang paling utama.
Kalau aku setiap kali melihat teman menikah, kemudian ada celetukan, "Kamu kapan nyusul, udah tahun berapa ini?"
Dalam hati, "Terus kenapa emangnya kalau dia udah nikah, terus aku belum? Lha emang dikira nyari laki-laki yang sesuai sama kriteria kita gampang? Kayak nyari jarum di tumpukan jerami tahu, istilahnya itu tuh."
Tapi, di bibir keluarnya, "Hehe, doain aja yaa, semoga disegerakan, alias coming soon. Jodohnya on the way segera."
Pernah ada ucapan seperti ini, yang aku terima, "Hei, kamu, ingat usiamu tuh udah berapa sekarang, kamu itu udah tua tahu, cewek itu ada masanya. Ingat itu, buruan, iya kalau besok sewaktu nikah, langsung cepat punya anak, kalau harus nunggu. Maaf yaaa, aku ngomong kayak gini, ini realita, dunia nyata, bukan dunia halu, atau dunia khayal."
Hanya bisa menghela nafas, dan tersenyum.
Kenapa sih, selalu ucapan itu yang terucap? Tak bisakah ucapan tersebut diganti dengan ucapan doa, mendoakan semoga segera bertemu dengan jodohnya, dimudahkan jalannya, kemudian dilancarkan besok kalau sudah nikah punya keturunan yang sholeh dan sholehah. Kenapa gitu lhooo. Kenapa harus mengatakan hal tersebut gitu lho.
Mungkin saja, keputusan belum nikah itu karena ada banyak faktor. Trauma masa lalu, mungkin, pernah disakiti lelaki, mungkin. Mikir, bakalan cocok nggak yaa suamiku besok sama orang tuaku kalau tinggal serumah, karena aku diminta buat nemanin orang tua di rumah. Jadi, secara tidak langsung, suamiku besok yang ikut aku. Begitu.
Menikah itu buat aku kalau bisa, in shaa allah, sekali selamanya. Jadi, nggak mau salah pilih. Menikah itu bukan keputusan main-main, melainkan keputusan yang matang, dipikirin juga nanti ke depannya gimana, udah se-visi misi belum sama calonnya nanti, sepemahaman nggak. Karena menikah itu juga butuh kesiapan mental juga pribadi, finansial, keluarga juga restu dan agama yang utama. Se-agama nggak, dikasih restu nggak sama orang tuanya. Punya penghasilan yang mapan, tetap nggak. Punya asuransi kesehatan nggak. Orang tuanya, keluarganya bisa nerima apa adanya nggak. Kalau ditanya, pastilah jawabannya pingin punya suami yang pegawai, realita aja dong yaa, say. Biaya hidup makin mahal, say, nanti kalau punya anak, biaya sekolah juga mahal, buat makan, jalan-jalan, kebutuhan rumah, kuota, listrik, air, telp, keamanan, sampah, arisan keluarga, RT, Dusun, dan lain-lain semua butuh cuan, say. Bukan aku mengesampingkan pekerjaan selain pegawai yaa. Nggak, tapi karena aku mikirnya realita aja sih yaa. Semua aspek kehidupan sepemahamanku butuh cuan.
Jadi, ketika kamu bertemu dengan teman, saudaramu yang belum menikah, janganlah kamu menyusu-nyusu mereka buat segera menikah, lihat juga dari kacamata mereka kenapa mereka belum mau menikah, mungkin saja mereka memiliki pertimbangan sendiri terkait dengan pernikahan. Kita nggak tahu juga kan yaaa. Jadi, jangan anggap remeh kalimat, "Dia sudah menikah, kamu kok belum?" atau "Dia sudah menikah, kamu kapan, cepet dong nikah, masa kalah sama dia."
Bisa jadi kalimatmu malah menjadi beban bagi yang kamu ajak bicara. Bisa jadi kalimatmu membuat orang yang kamu ajak bicara tersebut makin overthinking kenapa yaa aku belum nikah-nikah juga, mapah jatuhnya bikin penyakit hati kan yaa. Berikan saja kalimat yang baik-baik, doa yang baik, karena setahu aku, ucapan itu adalah doa. Jadi, usahakan untuk berbicara yang baik-baik saja, agar kembali juga ke diri kita hal-hal yang baik juga.
Kalau kamu, gimana pendapatmu?
Aku tulis ini, agar kamu tahu jika Sharing is Caring yaaa.
Be First to Post Comment !
Post a Comment
Tulis komentarmu dengan bahasa yang sopan dan tinggalkan Nama/URL yaa, biar bisa langsung saya BW :)