Hari ke tiga puluh satu dibulan Januari. Ada yang happy? Atau kalian sedang sedih? Atau mixed-feeling? Apapun itu, semoga kalian selalu dalam keadaan sehat selalu yaa. Rubrik Ngobrol Bareng alhamdulillah, hadir kembali minggu ini. Yuks, kalau ada yang mau aku ajakkin ngobrol bareng di blog ini boleh langsung kontak aku via email yaaa..
Hari ini, aku surprise banget karena tamunya, salah seorang penulis favorit aku, yang karya-karyanya selalu bikin aku nggak sabar buat baca, dan tentu saja ketika buka PO, nggak mau ketinggalan jualin bukunya sama sekalian beli bukunya juga. Ada yang sudah kenal dengan kak Revel Rebel? Ada yang pernah baca karya beliau? Yuk mari kita kenalan sembari nongkrong dan sambil ngobrol bareng Revel Rebel.
Halo, kak Revel Rebel, apa kabar? Aku panggilnya, kak Revel atau apa nih biar lebih enak dan terdengar akrab? Lagi sibuk apa nih sekarang?
Halo, terima kasih sudah diajak ngobrol. Selain kerja kantoran, sekarang ada dua proyek yang sedang dikerjakan. Pertama, proses editing The Scandal yang akhirnya kelar juga ditulis, dan rencananya akan terbit di kwartal 2 2024. Kedua, ada proyek novel dengan salah satu penerbit yang seharusnya sudah diselesaikan pertengahan tahun lalu tapi masih mundur sampai sekarang
Kak Revel, ijin yaa, aku nanya-nanya tentang kegiatan kakak, pinjam istilah kerennya, kepo sedikit tentang kakak, siapa tahu aku dapat bocoran soal naskah terbaru yang akan terbit gitu, eh, malah minta bocoran. Siapa tahu mau sambil promosi kan, kak? He he he..
Boleh, silahkan
Sebelumnya nih, aku pingin tahu kalau diijinkan yaa, kak, nama Revel Rebel sendiri tuh memang nama kakak sebenarnya, atau dipilih oleh kakak sebagai nama branding kayak sebagai penulis? Dan kenapa pada akhirnya memilih nama ini untuk karir kakak sebagai penulis?
RevelRebel merupakan nama pena yang mulai dipakai sejak 2016 lalu. Enggak terasa sudah lebih dari tujuh tahun aja pakai nama pena ini. Sebelumnya, sudah menerbitkan beberapa buku dengan nama asli. Setelah hiatus menulis sekitar tiga tahun, niat untuk mulai menulis hadir lagi. Namun, saat itu enggak kepikiran untuk memakai nama asli, karena cerita yang ditulis saat itu berbeda dengan cerita yang ditulis sebelumnya. Selain itu, ingin memulai dari awal lagi, jadilah memakai nama pena sekaligus memulai branding sebagai RevelRebel. Ternyata nama ini cukup hoki dan bertahan sampai sekarang.
Okey, kalau boleh tahu nih, kak Revel, awal mulanya kakak terjun di dunia literasi ini gimana sih, kak? Kemudian sudah berapa lama gitu kakak menggeluti profesi sebagai seorang penulis?
Sebenarnya sudah suka menulis itu sejak kecil. Kebetulan memang suka banget belajar Bahasa Indonesia. Paling senang kalau disuruh mengarang, karena bebas mau menulis apa. Zaman SMP mulai belajar menulis novel, literally tulisan tangan di buku, dan diedarkan ke teman-teman sekelas. Kayaknya itu cikal bakal menulis on going, karena begitu selesai satu bab dan diedarkan, selalu ditagih bab selanjutnya.
Ketika mulai mempunyai blog, suka menulis cerpen dan flash fiction di blog. Dulu sempat bareng beberapa teman saling menulis flash fiction dengan tema tertentu setiap harinya. Kami sempat menerbitkan antologi flash fiction di tahun 2012 (kalau enggak salah) yang berawal dari tulisan di blog masing-masing.
I’m not a full time writer, tapi bukan juga sekadar iseng-iseng. Awalnya mungkin sebatas iseng, tapi along the way I realize that writing is the way to fulfill my needs. It’s too personal to me.
Masya allah, dari kecil udah senang menulis cerita, apalah aku, yang sedari kecil sukanya main masak-masakan. Hehe. Nah, kalau biasanya sebagai penulis, memiliki timeline masing-masing dalam menyelesaikan naskah ceritanya, kalau kak Revel sendiri gimana, apakah untuk setiap naskah yang kakak tulis, sudah ada timeline harus selesai maksimal, misalkan 3 bulan gitu? Kemudian dalam sehari aja, kakak meluangkan waktu untuk menulis itu berapa lama, kak? Seperti yang aku tahu, kakak juga memiliki kesibukan lain di dunia nyata yaa.
Enggak ada timeline tertentu. I just let it flow. Ada perbedaan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya, menulis hanya di saat ada waktu saja. Mostly on the weekend. Namun saat pandemi dan enggak ke mana-mana, bekerja pun dari rumah, tiba-tiba aja waktunya jadi banyak. Jadi kecepatan menulis pun meningkat. Di tahun 2020-2023, bisa menyelesaikan Cut The Crap, Philosophi of Love, Partner with Benefits, Never Been Kissed, Love Paint. Jujur, surprise aja bisa menulis cepat dan produktif banget.
Lalu, ada perubahan lain, di 2023 kemarin. Waktu jadi sangat terbatas. Makanya, proyek yang sudah dimulai sebelumnya, terpaksa ditangguhkan. Sempat hiatus lama, sampai akhirnya memulai lagi.
Tanggung jawab utama ada pada pekerjaan, jadi untuk menulis harus menyesuaikan dengan jadwal pekerjaan. Makanya enggak bisa menentukan berapa lama sebuah proyek harus diselesaikan.
Favoritku semua itu cerita kakak, I have all of your books, by the way. Kemudian untuk menuliskan sebuah cerita sendiri, ide cerita awalnya itu biasanya terinspirasi dari mana gitu, kak? Apakah dari film, drama korea atau obrolan sama teman, atau mungkin dari mengamati sekitar gitu, kak?
Inspirasi bisa datang dari mana saja. Contohnya Cut the Crap, idenya datang secara enggak sengaja karena semua twit di akun Overherardjkt tentang mas-mas EY yang naik MRT. Hal yang kelihatannya sepele ya, tapi kok seru kalau ada cerita yang berangkat dari sana?
Film, drama, buku yang dikonsumsi juga berpengaruh tapi hanya sebatas ide awal. Biasanya diawali dengan pertanyaan, “kenapa begini? Gimana kalau begitu? Kalau A dan B begini lalu begitu, gimana ya?” Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu kemudian menjadi dasar cerita.
Karena pekerjaan juga, dan karena memang suka, memang aktif banget di media sosial. Konten-konten yang ada di sana, as simple as that, itu bisa jadi ide cerita menarik asal tahu bagaimana cara mengolahnya.
Wow, banyak cara yaa untuk bisa menemukan ide dan meramunya dalam sebuah cerita. Terbaik memang. Kalau untuk naskah-naskah yang kak Revel tulis, ada kesulitan tersendiri nggak, kak, dari mulai proses menulisnya, risetnya, sampai akhirnya naskah tersebut siap untuk diterbitkan menjadi buku gitu, kak?
Setiap cerita punya kesulitan berbeda. Di The Affair, itu sebuah dunia baru. I’m not a musician. Bersentuhan dengan dunia entertainment juga sedikit, karena pekerjaan sebelumnya. I’m not a parent, apalagi single parent dengan anak remaja. Kedua orang tua juga baik-baik saja, enggak seperti yang dialami Shaloom. Itu sebuah dunia yang enggak gue banget. Pun dari segi umur Aria dan Shania yang satu dekade lebih tua dari gue, otomatis cara mereka berpikir pun berbeda. Jadi, tantangannya adalah bagaimana caranya menghadirkan problematika dan dinamika hubungan mereka agar terasa realistis, meski gue enggak pernah berada di posisi mereka.
Masing-masing cerita punya proses riset berbeda. Ini tantangan terbesar, bagaimana menghadirkan backstory dan masuk ke dalam backstory tersebut meski enggak mengalami langsung. Lalu, setelah proses ini selesai, akan masuk ke tantangan kedua. Bagaimana cara menuliskan semua yang sudah didapat selama proses tersebut?
I can’t pick favorite haha. Tapi kalau boleh memilih satu yang rasanya ada impak besar, Never Been Kissed. Novel itu berhasil membawa pembaca baru. Dimulai di Partner with Benefits, dan disambung oleh Never Been Kissed sehingga pembaca baru akhirnya jadi pembaca tetap.
Kisah si Tara ini bikin gemes banget. Rasanya pingin heeemm sahabatnya si Tara itu. Kok aku jadi gemes sendiri gini. Hehe. Okey, lanjut lagi yaa, kak. Sebentar aku sambil minum yaa, kak. Dari beberapa novel kakak, yang aku punya yaa, kak, hampir semuanya terbit secara self publish. Kenapa pada akhirnya kayak memutuskan untuk menerbitkan secara self publish, bukan melalui penerbit mayor gitu, kak? Apakah ada alasan tersendiri, kalau aku boleh tahu, kak?
Karena penasaran, akhirnya dicoba di Philosophy of Love. Percobaan pertama dan banyak banget yang miss di sana. Namun ada pelajaran pentng, oh ternyata penyuka versi cetak masih banyak? Meski sudah ada versi online, ternyata banyak juga yang menunggu versi cetak.
Memilih untuk self published berarti I have full control for my works. Beberapa kali terlibat obrolan dengan penerbit, belum menemukan yang sesuai visi misinya. Ada banyak pertimbangan yang akhirnya enggak cocok dengan penerbit bersangkutan.
Selain itu, tidak banyak penerbit yang berani dengan open close romance, ciri khas novel RevelRebel. Bukan berarti enggak mau kerja sama, mau-mau aja untuk tone down ceritanya, tapi tidak dengan mengubahnya. Ini salah satu klausul penting yang akhirnya membuat kerjasama tidak berhasil.
Dalam ilmu komunikasi, media massa memiliki fungsi edukasi. Novel termasuk ke dalam media massa. Tentu saja, fungsi edukasi ini diselipkan di dalam cerita. For me personally, paling enggak suka kalau fungsi edukasi ini dihadirkan in a blatantly way. Jadi kayak digurui. Bisa juga bikin ilfil kalau penulis memaksakan pesan ke dalam cerita, tapi enggak smooth.
Umumnya pesan tersebut dihadirkan lewat karakter, terlebih karakter perempuan. Bisa lewat cara mereka bersikap, menyikapi masalah, nilai yang mereka anut, cara mereka membawa diri, dan hal yang dimaksudkan sebagai penguat karakter, tapi juga bisa menjadi medium penyampai pesan di sana.
Misal, isu perempuan dihadirkan lewat karakter Tyra sebagai pengacara. Kasus-kasus yang dihadapi Tyra mostly kasus yang menyangkut perempuan, misalnya sexual harrasment, assault, etc. Hal tersebut menyatu ke dalam jalan ceritanya sendiri. Jadi selain memberikan awareness, juga membuat dinamika cerita semakin kaya.
Back when I was in my early 20’s, ada banyak ketakutan yang dimiliki. Takut ceritanya dicap jelek, takut dapat review negatif, taku enggak ada yang mau beli bukunya, dan lain-lain. Ketakutan demi ketakutan ini nyata, dan along the way jadi paham kalau hal ini juga dialami oleh penulis (atau profesi apa pun sebenarnya).
Waktu itu, sempat menyerah pada ketakutan ini, dan akhirnya malah stuck di tempat. Enggak ke mana-mana. Sementara teman-teman lain sudah melesat jauh. This is totally my fault. Siapa yang menyerah dengan gampang? Me, myself, and I haha.
Untuk teman-teman, terutama yang baru mulai menulis, wajar kalau ada ragu dan takut. Embrace it. Namun jangan menyerah. Fight for it. Justru dari komentar negatif dan tamparan bolak balik dari pembaca, itu menjadi bahan pembelajaran yang penting untuk meningkatkan kemampuan.
Makasih banyak kak Revel, sudah bersedia aku ajakkin #NgobrolBareng di blog My Scrap Book. Sukses selalu untuk kak Revel yaaa. Aku masih menanti The Scandal, si babang Elkie terbit dan PO di toko buku online aku. Udah banyak waiting list nih, kak, di aku.
Untuk kenalan lebih lanjut dengan kak Revel, kalian bisa langsung kunjungi akun sosmed kak Revel yaaa
Penasaran mau baca bukunya... Bisa di karyakarsa yaaa? Nanti coba aku cari. Soalnya judul2nya bikin twrtarik, eye catching banget 😍😍.
ReplyDeleteAku juga lebih suka baca buku fisik mba. Mungkin krn mataku minus juga sih, jadi ga kepengen liat tulisan kecil2 dalam waktu lama dari layar hp. Mndingan baca fisik. Kalooun terpaksa liat dari ebook, biasanya aku batasi jam bacanya. Ga terlalu lama biar ga capek mata.
Hi, kak fanny. Kita samaan, tos dulu. Bedewe, mau baca karya kak Revel? Aku masih ada stock nih, kak 🥰
Delete