Luka itu masih menganga lebar. Tapi
kali ini demi permintaan dari seseorang yang amat berarti dalam hidupku,
kutekan luka itu sedalam-dalamnya. Aku tau ini terdengar gila mengiyakan
permintaan pulang. Mau bagaimana lagi, aku teramat berutang budi padanya.
Kuputuskan untuk pulang sebentar sebelum semuanya menjadi teramat sakit. Tak
sanggup rasanya melihat dia bersanding dengan wanita lain.
"Kamu pulang kan, nak? Daddy
sama mommy berharap kamu pulang di hari pernikahan kakakmu" sedikit
permintaan dari kedua orang tua angkatku membuatku mengambil keputusan yang aku
tau ujungnya hanya akan membuatku bertambah sakit.
"Avi pulang, daddy, mommy"
hanya jawaban singkat yang mampu kuberikan pada mereka. Aku terlalu sayang dan
hormat kepada mereka. Tanpa mereka mungkin aku tak akan bisa seperti sekarang.
"Hai, cahayaku sayang, kamu
kenapa? Mommy sama daddy ngomong apa?"
Aku tertawa kecil mendengar rentetan
pertanyaan dari dia, penakluk hatiku yang senantiasa menemani langkahku hingga
sekarang. Arya, ya, dia arya, sahabat kecilku yang berubah menjadi penakluk
hatiku dan sekarang menjadi calon ayah dari anakku.
"Daddy sama mommy minta aku
buat pulang, Yang, pernikahan kak Bima" jujur aku takut untuk pulang.
"Oke, kita pulang. Udah, kamu
tenang aja, ngga akan ada apa-apa. Ada aku, sayang, disamping kamu sekarang.
Kamu ngga usah takut yaa. Kamu ngga sendiri. Tunjukkan dan buktikan kalau kamu
bahagia sekarang dan selamanya sama aku" jawaban yang senantiasa membuatku
tenang dan percaya padanya.